Bell Curve: Katanya Sih Sistem Penilaian Paling Nggak Adil!

Bell Curve – Setiap perusahaan punya sistem penilaian kinerja karyawan, salah satu sistem penilaian yang sering dipakai adalah bell curve.

Bell curve menjadi sistem penilaian yang sering dibicarain nih, karena meskipun sistem ini memudahkan perusahaan untuk menilai kinerja karyawannya, ternyata sistem ini juga ngerugiin mayoritas karyawan, loh!

Loh, kenapa ya?

Nah, kali ini kita akan membahas tentang bell curve, mulai dari definisi, kelebihan dan kekurangan, serta cara menghadapi sistem penilaian ini. Yuk, check it out!

Apa Itu Bell Curve?

Menurut sage HR, bell curve merupakan sistem penilaian performa karyawan yang dibedakan menjadi tiga jenis: terbaik, biasa saja, dan terburuk. Ketiga jenis ini dibagi sebagai berikut:

  • 20% karyawan berperforma terbaik, biasanya akan mendapatkan kenaikan gaji atau insentif lain sebagai apresiasi.
  • 70% karyawan berperforma standar, biasanya mendapatkan apresiasi berupa penghargaan biasa.
  • 10% karyawan berperforma di bawah standar, karyawan yang masuk ke dalamnya harus dilatih kembali untuk meningkatkan performanya atau justru di-cut jika tidak ada perkembangan dari karyawan tersebut.

Nantinya, dari pembagian persentase tersebut akan menghasilkan sebuah kurva berbentuk seperti bel.

Nah, alasan sistem penilaian ini dianggap “nggak manusiawi” oleh mayoritas karyawan karena dalam sistem ini, manager atau atasan mereka cuma diminta mengelompokkan karyawan mereka ke dalam ketiga kategori tersebut. Dan dalam pengelompokan karyawan ini tidak menggunakan metriks performa atau key Performance Indicator (KPI) yang jelas.

Sistem penilaian yang dianggap kaku ini malah menguntungkan perusahaan karena sistem ini membantu perusahaan untuk berkembang dan menumbuhkan bisnis mereka (business growth). Meskipun begitu, kalau perusahaan nggak bisa menerapkannya, sistem bell curve bisa meningkatkan risiko employee turnover! Waduh!

Apa sih Kelebihan dan Kekurangannya?

Karena inti dari sistem ini adalah ‘siapakah yang punya performa kerja yang terbaik’, maka sistem ini bisa bikin karyawan jadi lebih produktif lagi supaya bisa dianggap sebagai “karyawan berperforma terbaik”.

Selain itu, bell curve juga bisa membantu manager untuk menilai performa karyawan seobjektif mungkin, meskipun nggak menutupi kemungkinan bahwa nggak semua karyawan yang masuk ke kategori 10% tersebut punya performa kerja di bawah standar.

Karyawan juga bisa lebih paham dengan posisi mereka di dalam divisi yang mereka tempati, bisa aja mereka merasa cocok atau justru mereka butuh pelatihan ulang untuk meningkatkan kinerja mereka di dalam perusahaan.

Jika dijabarkan dengan singkat, maka kelebihan yang diberikan oleh sistem penilaian bell curve antara lain:

  • Perusahaan bisa meningkatkan komunikasi (corporate communication).
  • Perusahaan bisa terbantu dalam membentuk total quality management (TQM).
  • Dapat meningkatkan angka retensi karyawan (employee retention) dan membuat karyawan jadi lebih aktif dalam menceritakan pengalaman dan kesan mereka selama bekerja di perusahaan (employee activation).
  • Perusahaan bisa meningkatkan produktivitas karyawan dengan menerapkan sistem penilaian yang ketat.

Nah, setelah kita membahas bagian kelebihannya, kita juga perlu membahas kekurangan bell curve yang bikin sistem ini nggak disukai banyak karyawan.

Adanya sistem penilaian bell curve emang nggak menutup kemungkinan bakal menghasilkan persaingan antar karyawan untuk menjadi karyawan terbaik. Masalahnya, adanya persaingan ini bisa membuat pertumbuhan perusahaan dan bahkan perkembangan bisnis perusahaan jadi terhambat.

Oleh karena itu, untuk menerapkan sistem penilaian ini, diharapkan seluruh karyawan untuk bersaing secara sehat, yaitu dengan bekerja lebih produktif agar sistem bell curve ini bisa membantu meningkatkan perkembangan bisnis dalam perusahaan.

Kemudian, adanya sistem ini membuat karyawan merasa perusahaan nggak adil. Soalnya, bisa jadi karyawan yang sebenarnya performanya bagus banget tapi malah masuk ke kategori standar aja. Padahal, hal tersebut terjadi karena adanya keterbatasan pada persentase 20% untuk kategori karyawan terbaik.

Baca juga: Career Switch: Ketika Arah Karir Berubah

Keterbatasan jumlah karyawan yang bisa masuk ke kategori terbaik ini justru menumbuhkan sikap egois pada setiap karyawan, alhasil mereka jadi memikirkan performanya mereka sendiri saja. 

Selain itu, perkembangan perusahaan akan menjadi stagnan karena saat seorang atasan ingin memilih karyawan untuk bekerja di timnya, maka dia akan lebih selektif dalam memilih calon pekerja.

Dari kekurangan-kekurangan di atas, masih ada lagi kekurangan lainnya yang terdapat pada bell curve:

  • Angka employee turnover jadi meningkat.
  • Tidak mempunyai ukuran yang jelas untuk mengukur kinerja karyawan (seperti adanya Key Performance Indicator untuk setiap divisi).
  • Membentuk lingkungan kerja dan lingkungan bisnis yang kurang efisien.
  • Menghasilkan persaingan antar divisi atau karyawan yang kurang sehat.
  • Pertumbuhan dan kelangsungan bisnis (business continuity) jadi terhambat.

Lalu, Bagaimana Cara Menghadapi Bell Curve?

Melihat sistem penilaian yang agak tricky ini, kamu pun sebenarnya bisa menghadapi bell curve dengan melakukan hal-hal berikut ini:

  • Jadi yang selalu produktif

Cara yang satu ini cukup simpel kok, cukup bekerja seproduktif mungkin dan pastinya jadi yang proaktif di divisi kamu.

Yup, karena yang menilai karyawan dalam sistem bell curve adalah manajermu, jadi kamu harus selalu memberikan performa terbaik sekaligus menjaga hubungan baik dengan manajermu.

Intinya, boleh kamu fokus bekerja, tapi jangan lupa untuk berinteraksi baik dengan manajermu, dengan catatan jangan terkesan menjilat dan seperti ada maunya, ya!

  • Bikin kamu jadi yang berguna

Selain itu, kamu bisa stand out di mata manajermu dengan menjadi yang berguna dan nggak tergantikan.

Caranya, selain fokus untuk menyelesaikan pekerjaanmu sendiri, jangan lupa bantu-bantu pekerjaan manajer dan rekan kerjamu supaya mereka jadi merasa mereka yang butuh kamu sehingga kamu harus tetap ada di perusahaan.

Saat menyelesaikan pekerjaanmu sendiri, pastikan pekerjaanmu selalu selesai tepat waktu dan sesuai dengan brief yang diberikan manajermu.

Makanya, kamu nggak bisa terlalu fokus dengan pekerjaanmu sendiri, lalu pulang tanpa ada basa-basi karena kamu bisa ditempatkan di kurva 10% karena melakukan hal tersebut.

Nah, punya sistem penilaian yang tricky seperti bell curve bukan berarti kamu bisa mengakali sebaik mungkin dong. Intinya adalah kamu harus melakukan yang terbaik versi kamu.

Kalau misalkan kalian tiba-tiba masuk ke posisi 10% terbawah, mari ambil jalur positifnya: setiap orang memang sudah menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin dengan performa terbaik mereka, tetapi bell curve tersebut dipakai hanya untuk mengurutkannya saja.

Buat website mudah dan gratis, coba Konekios sekarang!

Terbaru
Alton Littel • 1 Jan 2023

Management Trainee – Pelejit Karir Fresh Graduate

Alton Littel • 1 Jan 2023

Pentingkah Focus Group Discussion untuk Karir?

Alton Littel • 1 Jan 2023

Apa Sih Pentingnya Soft Skill di Dunia Kerja?